
Berau, Kaltim — Dugaan pencemaran Sungai Daluman di RT 01 dan 02 Pegat Bukur Kec. Sambaliung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kembali memicu kemarahan warga lokal, khususnya masyarakat adat Dayak. Air sungai yang dulunya jernih kini berubah keruh pekat berwarna cokelat tua, diduga akibat pembuangan limbah tambang batu bara milik PT Supra Bara Energi (SBE).
Ketua DPD Persatuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) Kabupaten Berau, Marjinus Ugin, menegaskan pihaknya mendesak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Berau segera menghentikan sementara aktivitas PT SBE. Desakan ini disampaikan menyusul temuan warga dan aktivis lingkungan yang melihat langsung kondisi keruh pekat aliran sungai di lokasi yang ada.
“Pengawasan seharusnya ketat, bukan longgar seperti sekarang. Kalau terbukti mencemari sungai, kami minta DLHK merekomendasikan ke Kementerian Lingkungan Hidup agar menghentikan kegiatan PT SBE demi menyelamatkan nyawa masyarakat dan habitat makhluk hidup lainnya,” tegas Marjinus, Kamis (7/8).
Dugaan Pelanggaran Prosedur
Hasil peninjauan lapangan oleh warga, media, aktivis lingkungan, dan DLHK Berau pada Rabu (30/7) menunjukkan bahwa keruhnya Sungai Daluman diduga kuat berasal dari pembuangan limbah tambang langsung ke aliran sungai. PT SBE dituding melakukan praktik pengalihan limbah batu bara tanpa melalui Water Monitoring Point (WMP) sebagaimana diwajibkan dalam pengelolaan limbah cair industri pertambangan.
Marjinus menyebut, sejak tambang beroperasi, kualitas air Sungai Daluman terus memburuk. Air yang sebelumnya menjadi sumber utama kebutuhan harian warga kini tidak lagi bisa digunakan untuk mandi, mencuci, apalagi minum, warga takut.
“Dari dulu, sejak leluhur kami, Sungai Daluman adalah sumber kehidupan. Sekarang airnya rusak, dan ini akibat kelalaian pemerintah dalam mengawasi perusahaan nakal yang mengabaikan keselamatan warga,” ujar Marjinus.
Kerusakan sungai berdampak pada warga di Kampung Pegat Bukur, Inaran, Bena Baru, dan sekitarnya. Selain menghilangkan sumber air bersih, warga juga mengeluhkan gatal-gatal pada kulit akibat kontak dengan air sungai.
DPD PDKT Berau meminta DPRD Kabupaten Berau memanggil manajemen PT SBE untuk dimintai pertanggungjawaban. Bahkan, PDKT menilai solusi terbaik adalah pencabutan izin tambang karena kasus ini dinilai berulang.
“Ini tindakan biadab. Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini, dan PT SBE harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan,” tegas Marjinus.
Aspek Hukum
Pendamping hukum PDKT Berau, Dedison Jupray, SH, menegaskan bahwa jika dugaan pencemaran terbukti, PT SBE dapat dijerat dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Beberapa pasal yang relevan antara lain:
1.Pasal 69 ayat (1) huruf a: Larangan melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
2.Pasal 104: Larangan dumping limbah tanpa izin, pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp3 miliar.
3.Pasal 98 ayat (1): Pidana 3–10 tahun penjara dan denda Rp3–10 miliar jika melampaui baku mutu lingkungan.
4. Kaitan dengan UU Sumber Daya Air
Jika pencemaran langsung mengganggu kualitas air sungai, bisa juga diterapkan Pasal 37 jo. Pasal 40 UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang melarang setiap orang merusak sumber daya air dan mengancam pidana bagi pelanggar.
Melalui PDKT Berau, masyarakat menuntut:
Pemerintah Pusat dan Menteri Lingkungan Hidup turun langsung melakukan investigasi.
DLHK Provinsi Kaltim menjatuhkan sanksi administratif hingga pencabutan izin PT SBE.
– Penegakan hukum secara pidana dan perdata.
– Rehabilitasi Sungai Daluman dan pemulihan hak warga atas air bersih.
Marjinus menegaskan pihaknya akan kembali melayangkan somasi kepada DLHK Berau untuk memperketat pengawasan terhadap seluruh perusahaan tambang di wilayahnya, terutama yang tidak memiliki atau tidak menjalankan sistem WMP.
“Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal nyawa dan masa depan masyarakat. Pemerintah jangan tutup mata,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras atas lemahnya pengawasan lingkungan di wilayah pertambangan. Jika tidak segera ditangani, bukan hanya ekosistem Sungai Daluman yang hilang, tetapi juga masa depan ribuan warga yang menggantungkan hidup pada airnya.***
Tim RED.
Narasumber: Marjinus Ugin Ketua DPD PDKT Kabupaten Berau, Dedyson Jupray, SH.
Bersambung…