
Berau, 25 September 2025 – Gelombang penolakan datang dari masyarakat pesisir selatan Kabupaten Berau terhadap keputusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama DPRD Kaltim yang menyetujui alih fungsi Jalan Gurimbang–Pesisir menjadi jalur angkutan batu bara PT Berau Coal.
Masyarakat menilai keputusan tersebut mencederai hak publik atas infrastruktur jalan yang dibangun dengan dana negara. Jalan Gurimbang–Pesisir selama ini menjadi akses vital ribuan warga untuk menuju Tanjung Redeb. Setelah bertahun-tahun mengalami kerusakan parah, jalan itu baru saja diperbaiki dengan rigid cor beton.
Namun, jalan yang belum seumur jagung itu justru dialihkan untuk kepentingan tambang. “Kami menolak dengan tegas alih fungsi jalan umum provinsi untuk kepentingan tambang batubara. Jalan ini milik rakyat, bukan untuk diserahkan ke pengusaha,” tegas pernyataan masyarakat pesisir, Kamis (25/9/2025).
Sorotan Publik terhadap DPRD Kaltim
Kehadiran anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur ke Berau untuk membahas rencana alih fungsi jalan ini menuai sorotan tajam. Publik mempertanyakan alasan wakil rakyat begitu antusias memperjuangkan kepentingan perusahaan, sementara aspirasi rakyat justru diabaikan.
“Setelah bertahun-tahun kami menderita karena jalan rusak, ketika akhirnya dibangun dan bisa dirasakan manfaatnya, malah diserahkan ke tambang. Ada apa dengan kebijakan seperti ini?” ujar salah seorang warga.
Bertentangan dengan Regulasi
Alih fungsi jalan umum untuk aktivitas tambang dinilai melanggar aturan perundang-undangan.
UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan perubahannya pada UU No. 2 Tahun 2022 menegaskan bahwa jalan umum diperuntukkan bagi kepentingan publik.
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba mewajibkan perusahaan tambang membangun jalan khusus pertambangan, bukan menggunakan fasilitas publik.
Masyarakat pesisir mendesak aparat penegak hukum, termasuk KPK, Kejaksaan Agung, dan Tipikor Polri, untuk turun tangan menyelidiki dugaan adanya praktik mafia kebijakan di balik keputusan ini. Mereka menilai pengalihan jalan umum untuk kepentingan korporasi berpotensi menimbulkan kerugian negara karena infrastruktur yang dibiayai APBN/APBD dialihkan kepada perusahaan swasta.
Bagi warga pesisir, penolakan ini bukan sekadar soal jalan, melainkan soal hak rakyat yang seharusnya dilindungi negara. Mereka menegaskan tuntutan agar pemerintah segera membatalkan keputusan alih fungsi jalan dan mengembalikan sepenuhnya penggunaannya untuk kepentingan masyarakat. ***
TIM.




