banner 728x250

Prof. Dr. KH Sutan Nasomal SH, MH: Presiden RI Prabowo Subianto Diminta Tegas Hukum Aparat yang Terlibat Jual Beli Laut

banner 120x600
[TS_Poll id="1"]

Jakarta – KaltimNews. Id | Sertifikasi laut yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia memicu perhatian besar dari berbagai kalangan, termasuk para akademisi dan pemerhati keamanan laut. Prof. Dr. KH Sutan Nasomal SH, MH, meminta Presiden RI, Jenderal H. Prabowo Subianto, untuk bertindak tegas terhadap para aparat pemerintah, termasuk lurah, kepala desa, atau pejabat BPN, yang terlibat dalam praktik penjualan laut melalui penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM).

Menurut Prof. Sutan, pemberian surat SHGB di kawasan perairan bukanlah proses yang sederhana dan kemungkinan melibatkan banyak pihak untuk memuluskan jalannya. “Tidak mungkin ini terjadi tanpa campur tangan aparatur pemerintah,” tegasnya dalam pernyataannya kepada media, Senin (28/1/2025).

banner 325x300

Laut Disertifikatkan di Berbagai Wilayah Indonesia
Beberapa kasus sertifikasi laut telah terungkap, antara lain:

Laut Tangerang: Kementerian ATR/BPN mencatat 263 bidang laut telah memiliki SHGB, sebagian besar dimiliki korporasi seperti PT Intan Agung Makmur (234 bidang) dan PT Cahaya Inti Sentosa (20 bidang).
Laut Sumenep: Seluas 20 hektare laut di Desa Gersik Putih, Sumenep, telah memiliki SHM. Kepala Dinas Perikanan Sumenep membenarkan hal ini, namun tidak memberikan penjelasan rinci.
Laut Sidoarjo: Sebanyak 656 hektare laut telah diterbitkan SHGB sejak 1996, dengan masa berlaku hingga 2026.
Laut Makassar: Lahan seluas 23 hektare di laut Makassar juga memiliki SHGB sejak 2015.
Laut Subang: Seluas 462 hektare laut di Subang disertifikatkan melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada 2021, dengan 90 persen penerima sertifikat diduga merupakan nelayan yang namanya dicatut tanpa izin.
Menabrak Regulasi dan Merugikan Nelayan
Prof. Sutan menilai tindakan tersebut bertentangan dengan semangat pengelolaan wilayah pesisir yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Pasal 1 ayat (4) UUPA memang mencakup tanah di bawah air dalam pengertian tanah, namun penerbitan SHGB di wilayah laut tetap harus tunduk pada aturan lain terkait pengelolaan pesisir dan pulau kecil.

“Tumpang tindih peraturan ini kerap kali menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum untuk menjual laut. Akibatnya, masyarakat pesisir, termasuk nelayan, menjadi korban,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa pemerintah harus berani menindak tegas pejabat yang menerbitkan sertifikat di kawasan perairan, termasuk lurah, kepala desa, atau pejabat BPN. Jika tidak, praktik ini akan terus merugikan negara, masyarakat, serta ekosistem laut.

Seruan kepada Presiden
Prof. Sutan meminta Presiden Prabowo Subianto untuk tidak ragu memerintahkan TNI dan Polri menangkap oknum yang terlibat. “Pemerintah tidak boleh kalah oleh kepentingan politik atau tekanan dari elit pengusaha. Jika proyek di laut dilakukan untuk kepentingan negara seperti penanganan abrasi atau keselamatan masyarakat, hal itu harus sesuai prosedur dan melibatkan masyarakat pesisir tanpa merugikan mereka,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa pelanggaran ini bukan hanya ancaman bagi keberlanjutan laut Indonesia, tetapi juga bagi kehidupan nelayan dan satwa laut yang terancam oleh praktik reklamasi dan penjualan kawasan perairan.(**).
Narasumber:Prof Sutan

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *